Sunday, June 3, 2007

* Nasyid Yang Diiringi Musik Itu Tidak Haram

Lagu yang dibarengi musik itu hukumnya tidak haram selama tidak mengandung kata-kata yang cabul dan membuat lalai… sesungguhnya Indonesia dikenal sebagai (أكبر دولة إسلامية) karena pada mulanya islam disebarkan oleh Wali Songo, orang-orang sufi, yang mana, seni musik adalah salah satu media dakwah mereka…

Saya bearasal dari Lombok Timur, yang mana dahulunya kejahiliahan dan kekufuran meraja lela, dan yang menyebarkan dakwah saat itu adalah seorang sufi yang diyakini sebagai waliyullah bernama Syekh M. Zainuddin Abdul-Majid dengan mendirikan sebuah organisasi yang disebut Nahdlatul Wathan. Yang mana seni musik beliau jadikan juga sebagai media dakwah saat itu…


Pertama kali saya mendengar musik itu di Saudi Arabia… tayangan TV tidak sunyi dari lagu-lagu yang dibarengi musik, seperti lagu kebangsaan Saudi Arabia, tarian tradisi arab yang disebut Urdhah atau tarian kerajaan, dan film-film kartun ( kalau anda ingin melihat cuplikan film kartun favorit saya semasih kecil, kunjungi: http://www.youtube.com/profile_favorites?user=solahnawadi ) oleh karena itu bagi saya, dunia ini akan hampa kalau tanpa musik, hehehe…


Bagi anda yang masih bersikeras mengharamkan musik, maka berikut ini beberapa dalil dibolehkannya bernyanyi menggunakan alat-alat musik:

Imam al-Gazali dalam kitab Ihya’ Ulum Addin menukil sebuah kisah dari Mamsyad Addainuri pernah berkata: aku pernah mimpi bertemu Rasulullah SAW dan aku berkata, “wahai Rasulullah, apakah ada sesuatu yang engkau ingkari/tidak setujui dari Sama’/nyanyian? Beliau bersabda, “saya tidak mengingkarinya, akan tetapi katakan kepada mereka agar nyanyian itu diawali dan diakhiri dengan bacaan al-Qur’an”.


Syekh Habib Ali al-Jufri ketika ditanya pendapatnya mengenai hukum mendengarkan lagu yang diiringi musik, beliau berpendapat “tidak haram selamatidak mengandung kata-kata cabul yang dapat membangkitkan gairah seks”.


Dalam Shahih Bukhari. Muslim dan Ibnu Majah terdapat sebuah hadits yang artinya kira-kira, (dari Sayyidatuna A’isyah r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. pernah masuk dan menemukan bersamaku dua orang budak wanita sedang menyanyikan “lagu kemenangan Aws ketika mengalahkan Khazraj pada masa Jahiliyyah”. Maka Rasulullah berbaring di kasur. Kemudian masuklah Sayyiduna Abu Bakr r.a. dan beliau menghardikku seraya berkata, “seruling setan di rumah Rasulullah!?”. Maka Rasulullah s.a.w. berkata, “biarkan mereka!”. Ketika Sayyiduna Abu Bakr memperhatikan yang lain, Sayyidatuna A’isyah memberi isyarat agar kedua budak wanita itu keluar).


Syekh Abul-Mawahib Attunisi dalam kitab Farahul-Asma’ Birukhashissama’ berkata, “sebagian sahabat dan tabiin pernah mendengarkan petikan gambus”.


Annasa’I dan al-Hakim meriwayatkan dari Ãmir bin Sa’d berkata: aku menemui Qurzhah Bin Ka’b dan Abu Mas’ud al-Anshari pada acara perkawinan, dan aku melihat beberapa budak wanita sedang bernyanyi. Maka aku berkata: “wahai kedua sahabat Rasulullah, apakah penduduk Badar melakukan ini di tempat kalian?!”. Maka kedua-duanya berkata, “duduklah, kalau mau, dengarkan bersama kami, kalau tidak mau, maka pergilah, sesungguhnya kita telah diberikan keringanan untuk bermain “Lahwun” dalam acara perkawinan.

Imam Assyaukani dalam kitab Nailul-Authar berkata: penduduk Madinah dan Ulama’ Azzhahir serta jamaah kaum Sufi membolehkan Gina’ atau nyanyian walaupun menggunakan gambus…

Abu Manshur al-Bagdadi Assyafi’I bercerita bahwa Abdullah Bin Ja’far tidak mencela nyanyian. Bahkan ia sendiri mendengar nyanyian budak-budak wanitanya yang mengiringi petikan senar alat musiknya sendiri. Dan hal itu terjadi pada masa khalifah Sayyiduna Ali r.a.

Abu Manshur al-Bagdadi Assyafi’I juga menceritakan hal serupa yang terjadi pada al-Qadhi Syuraih, Sa’id al-Musayyib, Atha’ Bin Abi Rabah, Azzahri dan Assya’bi.


Imamul-Haramain dalam kitab Annihayah dan Ibnu Abiddunia berkata: para sejarawan menukilkan bahwa Abdullah Bin Azzubair pernah memiliki beberapa budak wanita yang pandai bermain musik.

Al-Allamah al-Adib Abu Umar al-Andalusi meriwayatkan bahwasanya Abdullah Bin Umar pernah menemui Ibnu Ja’far dan melihat seorang budak wanita sedang memegang alat musik “gambus”, kemudian ia berkata, “bagaimana menurutmu?”. Maka Ibnu Umar berkata, “tidak apa-apa”.

Al-Mawardi bercerita bahwa Mu’awiyah dan Amru Bin Ash pernah mendengar petikan gambus di rumah Ibnu Ja’far.

Abu al-Abbas dan Abu al-Faraj al-Ashbahani bercerita bahwa Hassan Bin Tsabit pernah mendengar syiir karangannya sendiri sedang dilantunkan oleh Azzah Al-Maila’ menggunakan kecapi.


Al-Adfawi bercerita bahwa Umar Bin Abdul-Aziz sebelum menjadi khalifah, sering mendengarkan nyanyian dari budak-budak wanitanya.

Tentang dibolehkannya memainkan alat musik telah dinukil oleh Ibnu Assam’ani dari Thawus. Dinukil pula oleh Ibnu Qutaibah dan pengarang kitab Al-Imta’ dari Sa’d Bin Ibrahim Ibnu Abdirrahman Azzahri sebagai Qadhi Madinah dan tergolong Tabiin. Dinukil pula oleh Abu Ya’la al-Khalili dalam kitab Al-Irsyad dari Abdul-Aziz Bin Salmah al-Majisyun sebagai Mufti Madinah.

Arroyani bercerita dari al-Qaffal bahwa dalam Mazhab Malik Bin Anas dibolehkan bernyanyi menggunakan alat musik. Dan Abu Manshur al-Faurani bercerita dari Malik tentang dibolehkannya menggunakan gambus. Dan Abu Thalib al-Makki menyebutkan dalam kitab Qut Al-Qulub dari Syu’bah, ia pernah mendengar suara “Thanbur” alat sejenis gitar “rebab” di rumah al-Minhal Bin Amru sebagai Muhaddits yang masyhur.


Ibnu Annahwi dalam kitab Al-Umdah menukil ucapan Abu al-Fadhl dalam kitabnya Assama’u bahwasanya tidak ada perselisihan antara penduduk Madinah tentang dibolehkannua memainkan gambus.


Al-Mawardi menukil tentang dibolehkannya bermain gambus dari sebagian ulama yang bermazhab Syafi’i. Dan Abu al-Fadhl Bin Thahir menukilnya dari Ibnu Ishaq


Assyairazi. Al-Asnawi pun menukilnya dalam kitab al-Mahammat dari Arroyani dan al-Mawardi. Begitu juga oleh al-Adfawi dari Syekh Izzuddin Bin Abdussalam. Dan pengarang kitab Al-Imta’ dari Abu Bakr Bin Arabi.


Dalam kitab Ihya’ Ulum Addin dikisahkan bahwa ada seseorang yang menyangka bahwa Abu al-Hasan Bin Salim mengingkari nyanyian, maka dikatakan kepadanya, “mengapa engkau mengingkari nyanyian padahal al-Junaid, Sirri Assaqthi dan mendengarkan nyanyian itu?” Abu al-Hasan Bin Salim berkata, “bagaimana mungkin saya mengingkari apa yang dibolehkan oleh orang yang lebih baik dariku? Sesungguhnya Dzunnun al-MashriAbdullah Bin Ja’far Atthayyar juga pernah mendengar nyanyian… yang saya ingkari hanyalah nyanyian yang dibarengi pekerjaan sia-sia dan main-main.