Thursday, November 8, 2007

* Keutamaan Talaqqi

S : Tarekat Dusuqiyah Muhammadiyah tidak mengkaji kitab apapun, hanya ilmu Syekh Mukhtar saja yang diterima dan diamalkan !!
J : Tidak penting belajar dari buku atau dari guru... yang penting ilmu yang dipelajari itu benar atau tidak! Namun perlu dirincikan sebagai berikut :
Pertama: Kami tidak menentang kitab-kitab dan ulama' terdahulu selama kebenarannya dapat dipastikan dan dipertanggungjawabkan.
Kedua: Kami tidak mengkaji kitab apapun sebab ilmu Maulana Syekh Mukhtar Ra. bagaikan samudra yang amat sangat luas !! Apa bedanya belajar dari buku berisikan ilmu dengan manusia (wali Allah) yang penuh barokah dan ilmu laduni? bukankah dari buku yang hidup lebih menjamin?
Ketiga: Semua kitab-kitab dahulu kami benarkan (jika memang benar) dan kami akui bahkan kami jadikan sebagai rujukan bila diperlukan. Syekh Mukhtar saja sering menukil kata-kata ulama' dalam kitab-kitab mereka seperti kitab Ihya' Ulumiddin oleh Imam al-Ghazali Ra., kitab-kitab Syekh Abdul-Halim Mahmud Ra., kitab-kitab Syekh Ibnu Arabi Ra. dan lain-lain. Dan yang pasti Qur'an dan Sunnah selalu menjadi pegangan utama beliau.
Keempat: Para ulama' menjelaskan bahwasanya terdapat ilmu-ilmu agama yang boleh dikaji melalui kitab-kitab seperti ilmu Fiqh yang mana sudah baku sejak zaman para imam mazhab yang empat. Terdapat juga ilmu-ilmu yang kadang boleh dikaji melalui kitab dan kadang tidak boleh, seperti ilmu Tasawuf. Syekh Abdul-Qadir Isa sendiri dalam kitabnya Haqa'iq an al-Tashawwuf menerangkan bahwa ada kitab-kitab Tasawuf yang boleh dikaji dan ada yang tidak boleh dikaji melainkan oleh orang-orang khawash saja.
Kelima: Allah sendiri mengatakan: "Bertanyalah kepada Ahli Zikir jika kamu tidak mengetahui", Allah tidak pernah berkata: Bacalah dan kajilah buku-buku jika kamu tidak mengetahui !!
Keenam: Apa yang disusun oleh mereka sekali lagi kami hargai dan kami hormati, akan tetapi yang harus kita ketahui adalah bahwasanya ilmu-ilmu Allah jauh lebih luas dari apa yang ada dalam kitab-kitab itu.
Ketujuh: Dalam hadits diterangkan bahwa Allah Swt. mengutus seorang mujaddid setiap zaman, jikalau kitab-kitab dahulu sudah cukup, lalu apa fungsi diutusnya mujaddid? tentunya untuk mendatangkan hal-hal baru dari Allah Swt. (sang pengutus) untuk umat tanpa menentang ilmu-ilmu dan kitab-kitab yang sudah mendahului (asal benar juga). Lagi pula buku-buku terdahulu itu bisa saja salah cetak, atau sudah di-tahrif / di-tadsis isinya, atau yang baca salah memahaminya, dan seterusnya. Bukankah lebih selamat belajar dari seorang mujaddid, pewaris Rasul dan wali Allah yang ilmunya sudah pasti benar dan luas karena bersumber langsung dari Allah Swt. (ilmu laduni) serta mampu memahamkan umat dengan hikmah dan bashirahnya?
Kedelapan: Sebuah keistimewaan bila kami tidak menggunakan kitab ketika mengaji, itu berarti kami bisa hemat biaya dan tenaga, dan pemahaman lebih terjamin. Lebih istimewa lagi kalau ternyata kami mendapatkan ilmu yang banyak, benar dan kuat padahal tanpa satu bukupun.
Kesembilan: Tasawuf sebetulnya bukanlah ilmu yang dapat diraih melalui buku. Imam al-Junaid sendiri berkata :
إذا أراد الله بعبد خيرا أوقعه إلى الصوفية ومنعه صحبة القراء
Dr. Muhammad Ahmad Darniqah mengatakan :
لو حفظ المريد كتبا متعددة بدون تربية شيخ وإرشاده لن يصل إلى مبتغاه لأن الشيخ المرشد يخلصه من رعونات نفسه الأمارة بالسوء ودسائسها الخفية وهذه القضية لا يمكن أن يحصلها المريد من مطالعة الكتب كما أنه ليس للسالك القدرة في ابتداء سلوكه أن يصل إلى معرفة ربه
Imam Syafi'i Ra. berkata :
شر البلية تَشَيُّخ الصحفية
Ulama' salaf juga telah mengatakan :
من كان الشيخ كتابه كان خطؤه أكثر من صوابه
Syekh Abu Zira'ah mengatakan :
لا يفتي الناس صحفي ولا يقرئهم مصحفي
Syekh Tsaur bin Yazid mengatakan :
لا يفتي الناس الصحفيون
Muhammad Husain Ya'qub mengatakan :
ارحل إلى العلماء ولا تقنع بسماع شريط أو قراءة كتاب
Salah seorang ulama' juga mengatakan :
لا تأخذ العلمَ من الصُّحُفِ ولا القرآنَ من المُصْحَفِ
Syekh Abdul-Wahhab al-Sya'rani Ra. berkata :
سمعت سيدي علياً الخواص رضي الله عنه يقول : إِياك أن تعتقد يا أخي إِذا طالعت كتب القوم وعرفت مصطلحهم في ألفاظهم أنك صرت صوفياً إِنما التصوف التخلق بأخلاقهم ومعرفة طرق استنباطهم لجميع الآداب والأخلاق التي تحلَّوْا بها من الكتاب والسنة
Imam Malik bin Anas Ra. berkata :
إن العلم ليس بكثرة الرواية إنما العلم نور يقذفه الله في القلب
Mahmud al-Murakibi menyebutkan beberapa adab kaum sufi dalam kitabnya Aqa'idushshufiyyah sebagai berikut :
الإكتفاء بالشيخ وتعظيمه والتحذير من سماع العلم من غيره وألا يقرأ كتابا في العلم إلا بإذن الشيخ، وقد حدث هذا مع الشاذلي وشيخه ابن بشيش وكذا الشعراني وشيخه الخواص وابن المبارك وشيخه الدباغ وغيرهم
Kesimpulannya: Seorang murid harus bertasawuf, bersuluk dan bertarekat dengan berguru pada seorang wali mursyid. Harus satu guru dan harus bergantung sepenuhnya kepada guru tersebut serta ilmu yang diamalkan hanyalah ilmu guru, sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama' Tasawuf terkemuka seperti Syekh Abul-Hasan al-Syazuli Ra. (murid Syekh Abdussalam bin Basysisy Ra.) dan Syekh Abdul-Wahhab al-Sya'rani Ra. (murid Syekh Ali al-Khawwash Ra.). Adapun isi buku-buku yang ada hanyalah sebagai maklumat dan wawasan (wacana) saja, dan hanya ilmu guru yang dijadikan sebagai pegangan. Demikianlah tuntutan ilmu tasawuf kepada para salikin yang telah menemukan wali mursyid atau warits muhammadi agar tidak bingung / stress (over dosis).
Adapun mereka yang tidak dapat wali mursyid, mujaddid dan warits muhammadi, maka boleh-boleh saja belajar dari buku dan menjadikannya sebagai pegangan namun harus tetap mencari semampunya seorang warits muhammadi.
Sebagai akhir kata: Boleh saja mengkaji kitab Ihya' Ulumiddin namun bila bertemu dengan Imam Ghazali, mengapa masih harus mengkaji? Boleh saja mengkaji kitab-kitab Hadits, namun bila bertemu Rasul, mengapa masih harus meneliti sanad dan riwayat? Boleh saja membaca buku apapun tentang agama dan tasawuf, mengkaji, mempelajari dan mendalaminya, namun bila bertemu wali mursyid, pewaris Rasul dan imam zaman, mengapa masih harus bergantung pada lembaran kertas?


Saturday, November 3, 2007

* Merokok Itu Tidak Haram

Terlalu banyak makan cabe bisa-bisa terkena penyakit "diare" atau "usus buntu" bahkan bisa menyebabkan "kematian"... terlalu banyak makan gula akan menyebabkan penyakit "gigi bolong" atau "kencing manis" bahkan dapat menyebabkan "kematian"... akan tetapi memakan cabe dan gula itu tidaklah haram... begitu juga halnya dengan rokok, kalau berlebihan menghisap rokok, akan mengakibatkan "sesak nafas", "impotensi" bahkan menyebabkan "kematian"... tetapi merokok itu sendiri tidak haram...! yang tidak halal itu adalah melakukan sesuatu secara keterlaluan / berlebih-lebihan (melebihi kemampuan)...

Ada sebagian orang yang alergi daging kambing, tiap kali ia dikasi daging kambing, besoknya pasti timbul bercak-bercak merah di beberapa bagian kulitnya. Orang semacam ini tidak usah memaksa diri membeli atau memakan daging kambing, karena itu sama saja dengan menghambur-hamburkan duit dan menyiksa diri. Tetapi pada waktu yang sama ia tidak boleh mengharamkannya bagi orang lain. Karena daya tahan tubuh masing-masing kita tidak sama...

Begitu juga dengan halnya rokok, ada sebagian orang yang alergi rokok, baru saja menghisap, ia langsung batuk-batuk. Orang semacam ini tidak usah memaksa diri untuk merokok atau membeli rokok, karena itu sama saja dengan menyiksa diri dan menghambur-hamburkan duit. Tetapi perlu ia ingat, ia tidak boleh mengharamkannya bagi orang lain, karena ada juga orang yang ketika merokok ia tidak batuk (mksudnya, daya tahan tubuh kita beda-beda)...!

MEMBANTAH DALIL 'AQLI ANDALAN UST.NURUDDIN AL-BANJARI

Saya pernah menyaksikan rekaman video ceramah Ust.Nuruddin al-Banjari. Beliau sangat anti terhadap rokok. Dalil-dalil Aqli atau Logika yang beliau jadikan sebagai hujjah bunyinya kira-kira sebagai berikut: "Tembakau pernah disajikan kepada anjing dan kucing, tetapi anjing dan kucing enggan untuk memakannya. itu menunjukkan bahwa tembakau itu menjijikkan. masa sich selera manusia lebih rendah daripada anjing dan kucing?!."

Dalil yang beliau anggap logis itu, saya peribadi tidak terima, karena jangankan tembakau (yang bukan suatu makanan), yang jelas-jelas makanan seperti buah durian dan es cendol-pun kalau disajikan kepada kucing dan anjing, mereka akan enggan untuk memakannya. Apakah berdasarkan kiasan tersebut berarti buah durian dan es cendol itu haram..?!

Nuruddin al-Banjari pernah berguru pada Syekh Yasin al-Fadani yang terkenal sebagai perokok berat. Syekh Yasin al-Fadani adalah seorang sufi yang ahli dalam ilmu hadits bahkan dijuluki sebagai "Musnid Addunia" oleh murid-murid beliau, seperti DR Ali Jum'ah yang menjabat sebagai mufti mesir... DR. Ali Jum'ah pernah ditanya apakah ada Wali yang merokok? beliau mengatakan "Iya" karena ada ulama yang menghalalkan rokok, beda halnya dengan hukum zina, semua ulama sepakat akan keharamannya. DR. Ali Jum'ah memberi contoh wali yang merokok, yaitu Syekh Yasin al-Fadani. "Ketika beliau sedang mengajar, beliau menghisap Syisyah (Rokok Arab) sambil meriwayatkan hadits" ujarnya... (untuk mendengarkan suara Mufti Mesir yang bercerita tentang Syekh Yasin al-Fadani, kelik di sini)

Nuruddin al-Banjari juga memberi alasan lainnya yaitu: tembakau itu menjijikkan dan tidak ada seorangpun ketika hendak melakukan solat jum'at, mengusap tubuhnya menggunakan minyak wangi dengan aroma tembakau... Menurut saya peribadi alasan beliau itu sangat lucu, karena jangankan tembakau, minyak wangi dengan aroma sedap Bakso, Ayam Bakar dll saja tidak kita temukan...! apakah bakso dan ayam bakar juga haram kalau kita kiaskan seperti itu..?!!?

Sejauh apa yang pernah saya pelajari dari Maulanassyekh Mukhtar Ali M.Addusuqi ra. tidak semua yang memudharatkan itu haram, tidak semua yang diharamkan itu haram karena ada mudharatnya, dan tidak semua yang dihalalkan itu halal karena ada manfaatnya. Buktinya pada siang hari di bulan puasa, kita diharamkan untuk makan dan minum, padahal makanan dan minuman itu tidak ada mudharatnya. Syekh Mukhtar juga mengingatkan bahwa tidak semua yang menjijikkan itu haram, buktinya Rasulullah enggan memakan "Daging Dhob", ketika para sahabat bertanya, "apakah daging Dhob itu haram?" beliau menjawab, "tidak haram, tapi saya tidak selera (merasa jijik).

Nuruddin al-Banjari juga mengharamkan rokok dengan alasan banyaknya korban yang mati karena rokok... menurut saya alasan beliau tidak diterima karena lebih banyak jumlah orang yang tidak mati karena rokok daripada jumlah orang yang mati karena rokok. Telah dibuktikan bahwa asap knalpot mobil itu lebih berbahaya daripada asap rokok. Dan telah dibuktikan juga betapa banyak orang yang mati karena tabrakan/accident, apakah dengan demikian mobil itu haram?!

Setau saya, Nuruddin al-Banjari tidak percaya istilah hitung-hitungan atau ramalan mengenai jodoh dan kematian, tapi anehnya beliau percaya ramalan yang mengatakan "sekali menghisap rokok itu, mengurangi umur satu detik atau satu menit." Ramalan itu menunjukkan bahwa para perokok berat yang berumur lima puluhan bahkan tujuh puluhan tahun itu, umur asli mereka lebih dari seratus tahun. benarkah demikian?!

Wallahu A'lamu Bisshawab...

Sedangkan dalil-dalil naqli yang Nuruddin al-Banjari jadikan sebagai hujjah bahwa rokok itu haram, bisa kita bantah dengan beberapa alasan...Selengkapnya Kelik Di Sini>>>

Friday, November 2, 2007

* Sayyidi Abdul-Qadir al-Jaelani Ra.

Sayyidi Abdul Qadir al-Jailani ra. lahir pada tahun 470 H dan wafat tahun 561 H dan dimaqmkan di Bagdad.

Beliau adalah anak dari Musa bin Abdullah bin Yahya Azzahid… singkatnya nsab beliau bersambung sampai Sayyiduna Ali ra. melalui Sayyiduna al-Hasan ra.

Syekh Abdul-Qadir al-Jaelani ra. adalah wali Qutub yang kedua setelah Sayyidi Ahmad Arrifa'i ra. dan nama beliau tercantum dalam “silsilah Kabirah” Thariqat Dasuqiyyah Muhammadiyyah di urutan yang kesebelas setelah Maulanassyekh Mukhtar Ali Muhammad Addasuqi ra.

Bliau pernah berkata: barangsiapa lewat di depan pintu madrasahku, akan diringankan azabnya kelak di hari kiamat.

Pernah suatu hari ada seekor burung mengencingi beliau ketika sedang berwudu, ketika beliau menengok ke arah burung itu, burung yang sedang terbang itu seketika jatuh mati. Lalu beliau mencuci bajunya dan dijual, dan hasil jualannya disedekahkan kepada fakir miskin.

Thursday, November 1, 2007

* Ma'shum dan Mahfuz

Ketika pulpen menulis kata-kata yang melanggar hukum, apakah yang ditangkap itu adalah pulpen atau orang yang menggunakannya untuk menulis…? Jika ada mobil melanggar peraturan lalu lintas, apakah polisi akan mengintrogasi mobil itu atau pengemudi mobil tersebut…?

Tentu pulpen dan mobil bebas dari tuduhan dan hukuman, begitu juga halnya dengan nabi dan wali. Jika saja pulpen sebagai sarana untuk menulis dan mobil sebagai sarana untuk teransportasi itu tidak kita ganggu gugat, mengapa kita berani menuduh dan menyangka bahwa para rasul dan para wali itu pernah berbuat salah, padahal mereka adalah pilihan Allah swt. yang dijadikan sebagai wasilah (sarana) menyampaikan amanat kepada ummat manusia…!

MA'SHUMNYA PARA NABI:
Para nabi dan rasul itu tidak berpotensi untuk melakukan dosa. sekalipun kenyataannya mereka melakukan sesuatu yang menyerupai maksiat, namun pada hakekatnya yang mereka lakukan itu bukanlah suatu dosa. Hal inilah yang disebut dengan (Ma’shum).

Para pakar sejarah menyebutkan bahwa Sayyiduna Ibrahim as. pernah berbohong sebanyak tiga kali. Dan Sayyiduna Yusuf as. sebagaimana dikisahkan dalam Qur’an pernah memasukkan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya (Binyamin). Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan: “Hai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri.” Sayyiduna Yusuf as. memeriksa karung-karung mereka, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya sendiri (Binyamin)…

Kalau kita kias perbuatan Sayyiduna Ibrahim as. dan Sayyiduna Yusuf as. dengan akal sempit kita, kita akan memfonis mereka melakukan dosa besar. Padahal pada hakekatnya perbuatan mereka itu tidak dihitung dosa dan tidak dihisab, karena perbuatan yang demikian itu sudah diatur oleh Allah swt.

MAHFUZNYA PARA WALI:
Para wali juga tidak berpotensi untuk melakukan dosa, dan hal ini disebut dengan (Mahfuz). Artinya, Allah menjaga mereka agar tidak melakukan dosa, sekalipun kenyataanya mereka malakukan sesuatu yang serupa dengan maksiat.

Syekh Mukhtar Ali M.Addusuqi ra. memberi contoh kemahfuzan seorang wali yaitu Sayyiduna al-Khidhr as.(1) beliau pernah melakukan beberapa hal yang dinilai oleh akal sebagai suatu dosa besar, yaitu: membunuh anak kecil yang belum dewasa dan melubangi kapal laut sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur’an. Walaupun demikian, beliau bebas dari dosa karena itu adalah kehendak Allah swt. Oleh karena itu beliau berkata: “dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.” Maksudnya, "yang aku lakukan itu adalah kehendak Allah swt."

PERBEDAAN MA’SHUM-NYA NABI DENGAN MAHFUZ-NYA WALI:

Krena kata-kata عصمة dalam bahasa arab berarti الوقاية والحفظ penjagaan dan pemeliharaan... begitu juga dengan kata-kata محفوظ itu berarti yang dijaga dan dipelihara... maka Syekh Mukhtar ra. mengatakan bahwa kata-kata Ma'shum itu ada perbedan dan kesamaan dengan kata-kata Mahfuz. Ketika beliau ditanya perbedaan antara Ma'shumnya Nabi dengan Mahfuznya Wali, beliau berkata:

عصمة الأنبياء = ضمان (حفظ) فطري...

وضمان (حفظ) الأولياء = عصمة مكتسبة...

Artinya kira-kira: kemaksuman sang nabi adalah kemahfuzan yang fitri/yang alami. Sedangkan kemahfuzan sang wali adalah kemaksuman yang muktasab/diperoleh.

Syekh Mukhtar ra. mengibaratkan seorang nabi/rasul itu seperti perak, emas atau tembaga yang anti karat “stainless steel.” Sedangkan seorang wali itu diibaratkan seperti besi yang berpotensi untuk berkarat, namun dijaga oleh Allah swt dengan cara dioperasi, dicat atau dilapisi dengan bahan yang anti karat…

MEMOHON AGAR MENJADI MA’SHUM:

Ada beberapa golongan yang berwawasan sempit bersikeras tidak menerima pendapat bahwa para Waliyullah itu bisa memperoleh kema'shuman... dalam hal ini saya ingin mengingatkan bahwa banyak sekali hadits dan do'a yang menunjukkan bolehnya memohon kema'shuman, karena hal tersebut tidak mustahil. Beda halnya dengan sifat ketuhanan, tidak ada hadits ataupun do'a yang menunjukkan bolehnya memohon agar dijadikan Tuhan, karena hal demikian mustahil...

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda:

من حفظ عشر آيات من سورة الكهف (عــصــم ) من فتنة الدجال

Artinya kira-kira: “Barangsiapa menghapal sepuluh ayat dari surat al-Kahfi, ia akan maksum (dijaga) dari fitnah dajjal…”

Kita juga tak jarang mendengar doa yang bunyinya:

واجعل تفرقنا من بعده تفرقا مباركا ( مـعـصـومـا )

Yang artinya kira-kira: “dan jadikanlah perpisahan kita menjadi berkah dan Ma'shum (terjaga)…”

Dan yang pernah mengamalkan “Hizib Saifi” yang disusun oleh Imam Ali ra. akan menemui do’a yang berbunyi:

وجعلتني منك في ولاية ( الـعـصـمـة )

Yang artinya kira-kira: “dan engkau ya Tuhanku telah menjadikan aku dalam wilayah kema’shuman (perlindungan)…’

و (اعـصـمـنـي ) من كل هلكة

Yang artinya kira-kira: “dan jadikanlah aku ma’shum (jagalah aku) dari segala yang membinasakan.”

Ibnu Sirin dalam kitabnya “Tafsir Mimpi” mengatakan :

من رأى في المنام أنه قرأ سورة الشعراء ( عـصـمـه ) الله من الفواحش

Artinya kira-kira: barangsiapa bermimpi membaca surat Assyu’ara’, Allah swt akan menjadikannya ma’shum (menjaganya) dari segala perbuatan keji…”

Berdasarkan hadits dan do’a-do’a di atas, bisa kita simpulkan bahwa: apabila kita sebagai seorang muslim biasa, sah-sah saja memohon kema’shuman dari Allah swt. apakah Allah swt tidak mengabulkan do’a para wali-Nya yang memohon kema’shuman tersebut…?!

---------------------------------------------------

Tulisan ini telah dimuat dalam Bulletin al-Qolam Edisi Februari 2008 Kairo-Mesir. Dan yang terkandung dalam tulisan ini pernah dipresentasikan menggunakan bahasa arab dalam acara diskusi yang diadakan oleh Perwakilan Khusus Nahdlatul Wathan Mesir pada tgl 30 Oktober 2007

Sumber: Ilmu-ilmu Mawlanassyekh Mukhtar Ali Muhammad Addusuqi ra. (Syekh Tarekat Dusuqiyyah Muhammadiyyah) yang mana makalah beliau (tentang maksum dan mahfuz) dimuat dalam majalah Attashawwuf al-Islami Edisi Oktober 2006, Koran “al-Buhairah wal-Aqalim” Edisi: 196 dan Koran “Shautul-Ummah” tanggal 4/8/2003

(1) DR.M.Zaki Ibrahim Syekh Tarekat Syaziliyyah Muhammadiyyah dalam kitabnya, “Ushul al-Wushul” mengatakan bahwa Abu Qasim al-Qusyairi, Abu Bakr bin al-Anbari, Abu Ali bin Musa dan sebagian besar ulama tasawuf berkeyakinan bahwa Sayyiduna al-Khidhr as. adalah seorang wali atau hamba yang saleh sebagaimana dinyatakan dalam Qur'an. Syekh Abul-Hasan Assyazili ra. atau Syekh Abu al-Abbas al-Mursi ra. pernah berkata, "yang aku tidak sukai dari para pakar fiqih adalah pendapat mereka bahwa al-Khidir itu sudah mati dan pendapat mereka bahwa al-Hallaj itu kafir." (lihat dalam kitab Atthabaqat al-Kubra, kitab Latha'iful-Minan dan kitab Ihya' Ulum Addin)

Tuesday, October 23, 2007

* Sumur Tua Di Madinah Al-Munawwarah


Konon dari sumur ini Sayyiduna Ali ra. mengambil air untuk memandikan jasad Rasulullah saw. setelah beliau wafat.
Sumur ini ditutup oleh orang-orang wahabi untuk mencegah orang-orang yang datang ziarah dengan maksud mengambil berkat.
Wallahu A'lamu Bisshawab...

Monday, October 22, 2007

* Tafsir Demokratis "Ayat Ketaatan"

Kadangkala, sebuah penafsiran yang berkembang tak ubah seperti ‘tiket perjalanan’ yang hanya berlaku untuk sekali jalan dan untuk satu tujuan. Terkadang, ia laksana bangunan tanpa arsitek yang mengatur tata letaknya, ia laksana piano tanpa seniman yang memainkan jemari diatas tuts – tutsnya. Atau pula ia ibarat sebongkah kaca yang diyakini bahwa ia tak akan retak oleh lelehan timah sekalipun, tapi justru pecah berantakan kala gerigi kikir nan mungil menyentuh.

Jika menafsirkan firman Allah swt, “Taatlah kamu sekalian kepada Allah, RosulNya dan kepada Ulil amri diantara kalian”, dengan satu kecenderungan, maka itu akan menempatkan kita pada sebuah ‘Kungkungan Ketaatan ‘ yang tertutup rapat dan terkunci. Serta mendorong sebagian orang untuk berkilah dan menempatkan kepatuhan terhadap hakim ( penguasa ) dalam kapasitasnya sebagai ulil amri sama seperti ketaatan kepada Allah swt, dan Rosul-Nya. Dan inilah yang akan menyulut menggelegaknya pemikiran egosentris, primordial bahkan kediktatoran.

Oleh karena itu, hal ini butuh pembacaan ulang yang lebih komfrehensip dan sempurna.

Kosa kata ‘al amr’ di dalam al Qur’an muncul berkali – kali dengan makna yang berlainan. Semisal firman – firman Allah swt. berikut :

لله (الامر) من قبل و بعد.... اليه يرجع (الامر) كله.....والي الله ترجع (الامور)....... ومــا كــا لمؤمن ولا لمؤمنة اذا قضي الله ورسولــه ( امرا) أن يكون لهم الخيرة من أمرهم........ كنتم خير أمة اخرجت للنــاس ( تأ مرون) بالمعروف و تنهون عن المنكر........ ومــا ( أمرنــا) الا واحدة كلمح البصر.......... أتــي (أمر) الله فلا تستعجلوه .....و( أمرهم) شـــوري بينهم......... و غرتكم الأمــا نــي حتــي جــا (أمر)اللـــه-----

Begitu pula adanya dengan sabda – sabda Baginda Nabi saw. Kosa kata al amr seringkali muncul dengan makna yang berbeda. Sebut saja sabda Sang Nabi saw. berikut :

من أحد ث فــي ( أمرنــا ) هــذا مــا ليس منه فهو رد -----,

نحن معشر الأنبيــاء ( أمرنــا ) ان نخاطب الناس علــي قدر عقولهم ----,

Atau apa yang terucap dari bibir Rosul saw. kepada paman beliau, Abu Thalib, di sebuah peristiwa pada fase permulaan dakwah:

واللــه يا عمــي, لو وضعوا الشمس في يميني والقمر في يســاري علي أن أترك هـذا الأ مر مــا تركته حتي يظهره اللــه أو أهلك دونه .

Maka dari sekian contoh diatas, jelaslah bahwa al amr adalah kosa kata general yang luas cakupan maknanya. Ia bisa berarti memerintahkan, agama, dan perkara / urusan. Oleh karena itu, adalah tidak mungkin untuk membatasi makna yang diinginkan dengan satu arti saja tanpa memperhatikan lebih lanjut ke konteks dan konstruksi linguistik tempatnya termuat.

Selanjutnya jika kita kembali ke firman Allah swt. tadi, bahwasanya jika ada yang menafsirkan ayat tersebut hanya dengan kewajiban patuh dan ta’at kepada hakim ( pemimpin ), maka mereka

( sebenarnya) tidak pernah menengok kalimat “ Taatlah kepada Allah dan taatlah kamu sekalian kepada RosulNya”. Mereka hanya melihat ke أولــي الأمر منكم saja, itupun dengan pemangkasan dan pembatasan makna kearah hakim ( penguasa ) dan pemimpin saja. Padahal pada saat yang sama para pemimpin itu juga Mukhôtobûn dengan ayat – ayat al Qur’an layaknya manusia- manusia yang lain.

Ketaatan kepada Allah disini, adalah seperangkat keharusan yang diniscayakan oleh keimanan terhadap yang tak terlihat ( ghaib ), dan selanjutnya ketaatan ini bersifat mutlak. Begitu pula dengan kepada Rosul saw. yang bersumber dari pengakuan mutlak yang pada tataran berikutnya meniscayakan kepatuhan yang mutlak juga.

Nah, lantas bagaimana dengan ketaatan pada ulil amri ?.

Ini menjadi ruang perbedaan dan sumber perdebatan.

Adalah benar bahwa kepatuhan kepada ulil amri tidak melonjak naik ke derajat penghambaan (ubudiyah) yang hanya untuk Allah swt. semata. Sebagaimana juga ia tidak sampai ke derajat ittiba’ yang merupakan milik Rosulullah saw.

Jika kita memahami kosa kata al amr dengan makna agama, maka yang dimaksud dengan ayat tersebut ( an nisa’ : 59 ) adalah para ahli agama, bukan hakim / penguasa.

Namun hal tersebut akan menempatkan kita pada posisi yang musykil dan sulit. Terlebih bagi komunitas muslim yang hidup dan berdomisili di daerah atau negara yang dipimpin oleh seorang non-muslim. Apakah mereka wajib mentaatinya atau tidak ?.

Lain halnya jika kita memaknai al amr dengan perkara atau urusan, maka sudah tentu cakupan maknanya akan lebih luas. Dan maksud dari ulil amri sendiri akan menjadi para pemegang urusan atau perkara, yang merupakan refresentasi dari orang – orang berpengalaman, cerdik – sebatas apa yang dikaruniakan Allah swt. kepada mereka – khusus, serta terpilih. Adalah kenyataan bahwa mengartikan al amr dengan perkara atau urusan akan lebih baik dan luas serta realistis. Karena cakupan makna tersebut akan merambah ke segala aspek dan spesifikasi serta akan fleksibel tentunya.

Misalnya, seorang yang cerdas dan berpengalaman dalam hal perjalanan ( traveling ), maka dengan serta merta mereka adalah ulil amri dalam hal tersebut. Dan kepatuhan kepada mereka – dalam hal perjalanan – akan mendatangkan keselamatan, ketentraman perasaan dalam perjalanan. Maka dari sini, mentaati mereka dalam kapasitas dan spesifikasi yang mereka kuasai adalah mesti. Tanpa melihat ras, kewarganegaraan, bahkan agama mereka sekalipun. Karena mereka adalah ulil amri , pemegang urusan, dan ahli yang cakap dan berpengalaman.

Perumpamaan di atas tentu bisa dianalogikan ke sisi – sisi kehidupan yang lain. Sebut saja dokter misalnya, dia adalah ulil amri dalam hal medis, farmasi, dan penyakit. Hakim dan pengacara adalah ulil amri pada hal – hal yang berkaitan hukum dan tata peradilan. Begitu pula dengan polisi, mereka ulil amri juga, namun pada bidang mereka. Yaitu tentang rambu – rambu lalu lintas, keamanan,dan perlindungan. Dan begitu seterusnya.

Dengan menempatkan terma ulil amri sebagai kalangan profesional dalam bidangnya, kita akan mendapatkan bahwa seorang anggota masyarakat pada satu waktu akan menjadi seorang yang harus ditaati. Namun pada lain kesempatan, ia juga berkewajiban untuk mentaati. Contoh sederhana, seorang pegawai bank seyogyanya ditaati oleh nasabah bank tersebut. Tapi ketika si pegawai bank tersebut ada di jalan, maka ia haruslah patuh pada polisi lalu lintas disana. Sebagaimana ia juga mesti nurut pada cleaning service dalam hal kebersihan, dan kepada ahli agraria jika menyangkut masalah pertanian. Begitu seterusnya sehingga tercipta daerah pemahaman yang luas, menyentuh ke segenap unsur masyarakat tanpa dikhotomi.

Ketaatan kepada uli amri yang sesuai dengan paparan makna di atas menginginkan kepatuhan yang utuh, keteraturan, saling menghormati, rasa tanggung jawab dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya secara proporsional.

Seandainya hal ini bisa terwujud, betapa kuatnya pengakuan dan penghormatan terhadap profesionalisme orang lain, entah besar atau kecil, niscaya akan tercipta dunia yang dinamis, tumbuh dan berkembang serta lebih berwarna. Tidak hanya hitam atau putih.

Dan jika berkelanjutan, maka akan lahir komunitas masyarakat teladan, masyarakat madani yang diidamkan oleh para agamawan dan filosof itu!.

Untuk lebih jelasnya, mari kita ambil contoh untuk membedakan antara ketaatan kepada Allah, Rosul-Nya, serta kepada Ulil amri .

Allah swt, memerintahkan hambaNya untuk mendirikan shalat dalam frmanNya : وأقيمواالصلاة Ini adalah bentuk perintah yang menghendaki kepatuhan mutlak. Lantas untuk penjelasan selanjutnya baginda Nabi saw, pun bersabda : صلوا كمــا رايتمونــي أصلــي

Disini kita harus mengikuti ( Ittiba’) tata cara yang dicontohkan oleh Nabi saw, secara mutlak pula. Nah, setelah itu baru datang peran ulil amri .

Mereka memang tidak mewajibkan shalat, ataupun mewajibkan tata laksana tertentu dalam mengerjakannya. Namun peran mereka nampak dalam penelitian dan penentuan standar waktu pelaksanaan shalat tersebut. Pakar Astronomi dan Perbintanganlan yang menghitung kapankah waktu zuhur tiba ? Kapankah waktu Asar akan berkahir ?

Begitu pula dengan puasa yang merupakan perintah Ilahi yang mesti ditaati. Ulil amri semisal Mufti, Pakar Astronomi dan Perbintanganlah yang menilik dan meneliti lantas memberitahukan kapan dimulainya Puasa Ramadhan, serta waktu usainya.

Terakhir, Islam adalah agama yang mendorong untuk bermusyawarah, menghargai kebebasan, dan demokrasi. Namun hanya orang – orang yang menjual ayat – ayat Tuhan dengan harga murahlah yang menyempitkan rahmat tersebut. Melambungkan dan melariskan pemikiran – pemikiran keliru yang mengotori agama nan suci ini. Sehingga para musuh Islam dengan berani dan semena – mena menganggap bahkan menuduhkan sesuatu yang sebenarnya jauh dari nilai – nilai Islam yang hanif. Wallahu’alam.(1)

_________________________________

(1) terjemahan kalam Mawlanassyekh Mukhtar Ali M. Addusuqi ra. (Syekh Tarekat Addusuqiyyah al-Muhammadiyyah) yang dimuat dalam koran al-Fajr Edisi 18 Senin 26/9/2005 Hal 26. untuk membaca kalam beliau tersebut silahkan kelik di sini
----------------------------------------
Baca juga di blog sederhana kami tentang:
Foto2 langka dari tanah suci
Biodata Singkat Syekh M.Amin al-Kutbi
Adab seorang murid

Saturday, October 20, 2007

* Menggoyangkan Tubuh Saat Berzikir

Umumnya para sufi melakukan Hadhrah Zikir secara bergoyang ke arah depan dan belakang, atau dari arah kanan ke kiri. Dan ini tentu tidak melanggar syari'at islam karena Allah swt sudah jelas-jelas menyatakan dalam firman-Nya, "Berzikirlah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring...dst."

Berikut ini beberapa cuplikan Hadrah Zikir dengan menggoyangkan tubuh. Anda bisa menyaksikannya dengan cara mengelik alamat-alamat berikut:

1) Hadhrah Zikir dalam Thariqat Sammaniyyah

2) Hadrah Zikir yang diikuti Syekh Habib al-Jufri

3) Hadrah Zikir dalam Thariqat Syaziliyyah

4) Hadrah Zikir dalam Thariqat Naqsyabandiyyah

5) Hadrah Zikir yang dihidupkan oleh mufti Syiria Shekh M. al-Yaqoubi al-Hassani

6) Hadhrah Zikir dalam Thariqat Qadiriyyah di Chechen

7) Hadhrah Zikir di Malaysia

8) Hadhrah Zikir dalam Thariqat Rifa'iyyah

HUKUM MENGGOYANGKAN TUBUH SAAT BERZIKIR(1)

Perlu dimaklumi bahwa di negara Arab, Saudi misalnya, memiliki kebudayaan seni teradisi yang disebut dengan tarian 'Urdhah, Tari kekerajaan atau Tarian Najd. Raja Saudi sudah menetapkan bahwa tarian ini harus dipelajari dalam sekolah-sekolah dasar... Berikut ini beberapa contoh tarian 'Urdhah, silahkan dikelik saja:

1) Urdhah Janubiyyah

2) Urdlah Bani Syahr

3) 'Urdhah Nuwaf Bin Muhammad

4) 'Urdhah Assyahrani

Tarian ini membentuk lingkaran atau barisan yang persis seperti Hadrah Zikir para Sufi.

Tarian ini bisa dibagi menjadi beberapa kelompok, ada kelompok yang bertugas untuk bergoyang dari arah belakang ke arah depan, atau dari arah kanan ke arah kiri. Ada juga kelompok yang bertugas untuk memukul gendang atau memainkan musik, dan kelompok yang terahir bertugas untuk bernyanyi atau melantunkan Qosidah (serupa dengan Hadlrah Sufi)...

Biasanya Qosidah yang dilantunkan dalam tarian ini berisikan pujian serta pujaan terhadap raja Saudi atau tokoh-tokoh yang berjasa...

Nah... jika saja tarian ini dibolehkan untuk dijalani di Saudi, mengapa Hadrah Sufi yang dihidupkan dengan zikir dan Qosidah yang mengandung selawat serta pujian terhadap Rasulullah dan Ahlul-Bait itu dianggap Bid'ah dan sesat oleh para Wahabi...?!?!

Perlu diketahui bahwa Bid'ah itu memiliki tiga definisi yang dicetuskan oleh Mawlanassyekh Mukhtar Ali Muhammad Addusuqi ra. Salah satunya adalah, "Mentaqyid (mengikat/membatasi) apa yang sudah dimuthlaq-kan (dibebaskan) oleh Allah swt dan Rasul-Nya... atau memuthlaq-kan (membebaskan) apa yang telah ditaqyid (diikat/dibatasi) oleh Allah swt dan Rasul-Nya."

Dari definisi tersebut kita ketahui bahwa Ibadah itu terbagi menjadi dua macam, ada ibadah yang sudah dibatasi dan ada ibadah yang tidak dibatasi...

Ibadah yang sudah ditaqyid itu contohnya adalah solat fardu, sudah dibatasi jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya... barangsiapa berani menjadikan solat magrib itu empat rakaat atau mendahulukan solat zuhur sebelum solat subuh, maka ia telah berlaku bid'ah yang sesat, karena ia telah memuthlaq-kan atau membebaskan apa yang sudah diikat dan ditaqyid oleh Allah dan Rasul-Nya...

Sedangkan ibadah yang Muthlaq itu contohnya adalah zikir dan selawat kepada Nabi saw. tidak diikat kaifiyyah serta waktu pengucapannya dan tidak dibatasi jumlahnya... barangsiapa berani mengharamkan zikir secara berjamaah, secara berdiri atau secara bergoyang, maka ia telah berlaku bid'ah yang sesat... atau barangsiapa mengharamkan berselawat dengan menggunakan tasbeh atau musik, maka ia telah berlaku Bid'ah yang sesat, karena ia telah mentaqyid atau mengikat apa yang sudah dimuthlaq-kan oleh Allah swt dan Rasul-Nya.

Wallohu A'lamu Bisshowab.

_______________________________

(1) Untuk menambah wawasan mengenai hukum bergerak/bergoyang ketika berzikir beserta dalil-dalilnya dari Kitab, Sunnah dan logika... bisa anda baca dalam situsnya Syekh Aziz, silahkan kelik di sini

-----------------

Baca juga di blog sederhana kami tentang:

Asal usul kata2 khurafat

Sekuat-kuat Tentara Allah Adalah Zikir

Keutamaan Talaqqi

Friday, October 19, 2007

* Onta Dengan Harga Satu Dinar..!?

Dikisahkan ada seorang A’rabi pernah kehilangan seekor onta miliknya, kemudian ia menemukannya, kemudian ontanya hilang lagi, maka ia bersumpah jika ia menemukannya lagi ia akan menjualnya seharga satu dinar, tak lama kemudian ia menemukannya kembali.

Karena menyesal atas sumpah yang ia ucapkan, akhirnya ia mengikat seekor kucing dengan tali yang bersambung sampai leher ontanya. Kemudian ia bawa ke pasar untuk dijual.

Ia mengumumkan, “onta ini harganya satu dinar, dan kucing ini harganya seratus dinar, dan kedua-duanya saya jual secara bersamaan/tidak terpisah...!"

Thursday, October 18, 2007

* Sekuat-kuat Tentara Allah Adalah Zikir

Suatu hari seseorang bertanya kepada Sayyiduna Ali bin Abi Thalib RA “sebutkan tentara Allah manakah yang paling kuat?”

Sayyiduna Ali RA menjawab, “awalnya aku menyangka bahwa besi itu adalah tentara Allah yang terkuat, setelah aku ketahui bahwa api itu dapat melelehkan besi, maka api adalah tentara Allah yang terkuat…

tapi karena api itu bisa dipadamkan oleh air, maka air adalah tentara Allah yang terkuat…

namun karena air itu dibawa dan dibendung oleh awan, aku yakin bahwa awan adalah tentara Allah yang terkuat…

kemudian karena awan itu ditiup oleh angin, maka angin adalah tentara Allah yang terkuat…

lalu aku lihat gunung-gunung itu tidak dipengaruhi angin, maka gunung adalah tentara Allah yang terkuat…

tetapi manusia bisa berdiri di atas gunung bahkan bisa mengukir dan membentuknya, maka manusia adalah tentara Allah yang terkuat…

akan tetapi karena manusia dikalahkan oleh tidur, maka tidur adalah tentara Allah yang terkuat…

kemudian aku temukan kesusahan dan keresahan itu menghilangkan tidur, maka kesusahan dan keresahan adalah tentara Allah yang terkuat…

kemudian aku temukan bahwa kesusahan dan keresahan itu letaknya di hati, maka hati adalah tentara Allah yang terkuat…

kemudian aku temukan hati ini tidak akan tenang kecuali dengan Zikrullah, maka aku yakini bahwa sekuat-kuat tentara Allah adalah Zikrullah...”

Wednesday, October 17, 2007

* Asal Usul Kata-kata Khurafat

Jika anda menceritakan kisah kekeramatan para wali semisal Sidi Abdul-Qadir al-Jaelani RA, Sidi Ahmad Arrifa’I RA, Sidi Ahmad al-Badawi RA, Sidi Abul-Hasan Assyazili RA dan Sidi Ibrahim Addasuqi RA, atau kisah kekeramatan para waliyyullah lainnya… tanpa berpikir panjang, orang-orang yang sempit dan picik akalnya akan memfonis bahwa kisah itu semata-mata “cerita khurafat…”

Tahukah anda sejarah atau asal usul kata-kata khurafat?

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. pernah suatu hari menceritakan suatu kisah yang tidak masuk akal (aneh tapi nyata) kepada Sayyidah Aisyah RA. setelah beliau cerita, Sayyidah Aisyah RA berkata mengomentari kisah aneh yang diceritakan oleh Rasulullah SAW, “kisah ini seakan-akan cerita khurafat!.”

Rasulullah SAW bersabda, “tahukah kalian sejarah kata-kata Khurafat? Dulu ada seorang lelaki bernama Khurafah berasal dari ‘Udzrah/‘Adzrah ditawan oleh bangsa jin pada masa jahiliyyah, ia dikembalikan ke bangsa manusia setalah bertahun-tahun lamanya. Kemudian ia menceritakan apa yang telah dilihatnya dari hal-hal yang aneh dan tidak masuk di akal. Orang-orang yang tidak percaya hanya berkata, “ah, itu cerita karangan khurafat!.”

Nah dari sejak itu hingga saat ini kisah-kisah yang tidak masuk di akal, baik yang nyata ataupun yang tidak nyata, dianggap cerita khurafat…

Tuesday, October 9, 2007

* Akibat Menentang Guru

Abu Hasan al-Mada’ini berkata: suatu hari aku ke pasar membeli burung, lalu aku perintahkan keluargaku agar burung itu ditaruh di atas api sebagai hidangan makan malamku.

Kemudian aku keluar mengunjungi syekh-ku (guruku), selama satu jam aku bersama beliau namun pikiranku selalu tertuju pada burung itu, maka aku meminta izin untuk pulang.

Guruku memintaku untuk menginap di rumah beliau untuk melayani beliau, aku kaget dan memohon kepada beliau agar aku diizinkan pulang, dan akhirnya beliau pun mengizinkan.

Aku bergegas pulang dan sesampainya aku di rumah, aku meminta agar keluargaku menghidangkan burung bakar yang aku nanti-nantikan.

keluargaku berkata, “setelah burung itu kami turunkan dari api untuk didinginkan, masuklah seekor anjing dan membawanya lari!” aku berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, aku kualat, ini akibat menentang guru.”

Bebrapa hari kemudian, dengan malu-malu aku menemui Syekhku, beliau tersenyum dan berkata, “barangsiapa menentang gurunya, akan dihukum dengan seekor anjing yang akan menyakiti perasaannya!”

Monday, October 8, 2007

* Cara Praktis Membuat AC

siapkan kaleng lalu lubangi sebagaimana terlihat di gambar (1) agar hasilnya menjadi seperti gambar (2)
tancapkan 3 atau 4 paku, 2 atau 3 cm atas lubang-lubang sebagaimana gambar (3) agar hasilnya sebagaimana gambar (4)
siapkan CD atau apa saja yang bisa dilubangi sebagaimana gambar (5) agar diletakkan atas paku dalam kaleng sebagaimana gambar (6)
masukkan beberapa butir es batu sebagaimana terlihat di gambar (8)
siapkan kipas Mother Board (MB) dan sambungkan dengan kabel USB sebagaimana gambar (9) dan gunting tutup kaleng dalam bentuk lingkaran sebagaimana gambar (10)
lengketkanlah/tempellah kipas MB tersebut pada tutup kaleng sebagaimana gambar (11) dan dieratkan/kuatkan dengan paku agar terlihat sebagaimana gambar (12)
tutuplah kaleng yang berisi es batu itu sebagaimana gambar (13) lalu kabelnya dimasukkan ke dalam cok USB sebagaimana gambar (14)
kaleng bisa diganti dengan ember dan kipas MB bisa diganti dengan kipas yang lebih besar!
kalau penjelasan di atas kurang memuaskan, silahkan kelik alamat berikut ini:
http://www.youtube.com/watch?v=Ql7YYbE_jkY
selamat mencoba...

Sunday, October 7, 2007

* Kitab Syawahid al-Haq

Judul: Syawahid al-Haq Fi al-Istigatsah Bi Sayyid al-Khalq
Pengarang: Syekh Yusuf Annabhani
Penerbit: Dar al-Fikr

Kitab yang bertebalkan 574 halaman ini dipuji ulama semisal Sayyid Ali Al-Bablawi syekh masjid Al-Azhar dan Syekh Abdul-Qadir Arrifa’i mantan mufti mesir, Syekh Ahmad Hasanain Al-Bulaqi dosen Al-Azhar dan lain-lain.

Kandungan Kitab:

1-Bantahan terhadap ajaran Ibnu Taimiah serta firqahnya yang disebut dengan Wahhabiyyah.

2-Bantahan ulama dari empat mazhab terhadap Ibnu Taimiah.

3-Jawaban atas tuduhan sesat Ibnu Taimiyah dan pengikutnya terhadap para wali semisal Sidi Ibnu Arabi ra., Sidi Al-Junaid ra., Sidi Abu Yazid Al-Bushthami ra. Sidi Al-gazali ra. dll.

4-Kisah-kisah yang menunjukkan bolehnya bertawassul atau memohon bantuan langsung dari Rasulullah saw.

5-Kumpulan do’a serta selawat yang dikarang oleh para wali semisal Sidi Ibrahim Addasuqi ra., Sidi Abul-Hasan Assyazuli ra., Sidi Abdul-Qadir Al-Jailani ra. dll.

Kitab ini adalah salah satu kitab dari tujuh belas kitab yang dianjurkan oleh Syekh M.Zainuddin Abdul-Majid untuk dimiliki dan dijiwai oleh warga Nahdlatul-Wathan khususnya dan tiap-tiap muslim yang sayang pada imannya.

Friday, August 10, 2007

* Perjalanan ke Sudan Februari 2007

08 feb 2007 perpisahan di ramsees sebelum naik
sleeping train menuju ke Aswan
09 feb 2007
Alhamdulillah aku bangga jadi orang INDONESIA10 feb 2007 kenalan ama anak2 muda sebelum naik kereta, makan siang duluUst Aiman teman setia lagi duduk di kereta kelas III
(gak ada listrik, gak ada air, kursinya sprti di kebun binatang)11 feb 2007 pemandangan ketika menuju
ke abu hamad

Ya Tuhan, sampai kapan kereta tua ini mogok..?!kereta lagi mogok untuk yang ke sekian kalinyasolat hajat seusai solat magrib dengan harapan
moga perjalanan mengerikan ini berahir dgn bahagiaBersama Abdunnabi, teman dalam perjalanan
setelah nyampe tempat penginapan

15 feb 2007 Abu Naji, wali murid saya di sudan
(yg selalu masakin dan ngurusin saya)

14 feb 2007 lagi nongkrong
bersama ust khuailid MA di depan
Masjid Imam Malikpas nganter abu ziyad ke bandara01 maret 2007 lagi nunggu kamat solat zuhur
(sebelum beli tiket balik ke mesir)

02 Maret 2007 ziarah maqam Syekh
M. Utsman Abduh al-Burhani RA