Ketika itu ayah saya, yaitu Ustaz Suarnawadi KH. Husnuddu’at berkata kepada petugas itu, “anda harus banyak membaca sebelum sembarangan menuduh bid’ah”. Petugas itu dengan nada kasar berkata, “Saya ini mahasiswa Jami’ah Madinah” tentu Abdul-Aziz, adik kandung saya gak mau kalah, ia berkata, “saya ini mahasiswa Al-Azhar Cairo”. Petugas itu berkata: “Jami’ah kalian menghalalkan segala sesuatu”. Abdul-Aziz membalas, “Jami’ah kalian mengharamkan segala sesuatu”. Lalu untuk menghentikan pertengkaran tersebut saya mengeluarkan selembar uang Rial Saudi dan bertanya kepada petugas tersebut, “berarti raja yang tergambar dalam uang ini adalah ahli neraka? dan anda-anda yang tidak menghentikan jual beli menggunakan uang ini juga ahli neraka!?”. Petugas itu tak dapat menjawab ataupun berkata apa-apa kecuali, “pergi, pergi, haram, haram, bid’ah, bid’ah…!”.
Sejauh apa yang telah saya baca, para Wahabi mengharamkan berfoto atau melukis itu berdasarkan Hadits Ahaad yang berbunyi:المصورون في النار yang berarti, “para pembuat gambar itu dalam api neraka”.
Berdasarkan Hadits-hadits di atas, mereka berfatwa “film Cartoon itu haram, membuat patung itu haram, melukis segala yang bernyawa itu haram, yang memotret dan yang dipotret juga haram…” Anehnya, sebagian Tokoh-tokoh Wahabi seperti yang di hadapan anda ini berfoto juga. Sewajarnya kita bertanya kepada mereka, apakah semua ummat masuk neraka, sementara Raja Fahad serta tokoh-tokoh Wahabi yang kalian bangga-banggakan itu akan masuk surga…?!
Selama saya berada di Lombok (sebagai warga Nahdlatul Wathan) dalil yang saya peribadi gunakan untuk membantah orang-orang yang menuduh Warga NW berlaku dosa karena berfoto dan melukis, adalah dengan foto Syekh M.Zainuddin Abdul-Majid yang beredar di kalangan pecinta dalam bentuk cincin, kalung, polpen, azimat dan lain-lain dari masa hayat beliau hingga kini… Namun sejak berguru dengan Maulanassyekh Mukhtar RA. Saya dapat membantah tuduhan tersebut dengan dalil yang Aqli dan
Maulanassyekh Mukhtar RA. pernah ditanya tentang hukum melukis...? Beliau menjawab, “hukumnya tergantung dari I’tiqad sang pelukis atau sang pemotret tersebut. Apabila ia berkeyakinan bahwa Allah SWT memiliki gambar… misalnya menyerupakan Allah SWT dengan sapi lalu mengkultus sapi tersebut… atau berkeyakinan bahwa Allah SWT menyerupai matahari lalu menggambarnya untuk disembah… maka dalam hal ini hukum melukis itu haram, pelukisnya akan dilaknat dan mendapatkan siksaan yang pedih pada hari kiamat, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits-hadits tadi… Karena Allah SWT Maha Suci dan jauh dari segala yang berbentuk dan bergambar…!
Akan tetapi apabila keyakinan seperti itu tidak ada, maka tidak apa-apa. Apakah semua penduduk bumi yang memiliki KTP, SIM, Paspor, Karneh dll akan masuk ke dalam api neraka..!?!! Sesungguhnya ketika turun ayat: وإن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه Rasulullah SAW membuat (menggambar) garis yang lurus di atas tanah, kemudian menggambar enam garis lainnya di arah kiri dan enam garis lainnya di arah kanan, sehingga terlihat seperti gambar pelepah daun kurma… dan ini termasuk lukisan yang dibutuhkan untuk menjelaskan sebuah metode, seperti gambar-gambar yang terdapat dalam buku-buku Geografi, Biologi, Kimia dan Fisika. Kalau lukisan itu haram, maka guru-guru bahkan anak-anak TK dan SD telah berdosa dan akan dilaknat, karena di setiap buku mereka terdapat lukisan dan gambar. Dan kalau buku-buku sekolah itu sunyi dari lukisan dan gambar, para murid tidak akan mengerti apa itu tengkorak, paru-paru, jantung, usus, otak dan lain-lain.
Syekh Mukhtar RA. juga pernah ditanya mengenai hukum membuat patung. Beliau menjawab, “hukum patung sama saja dengan hukum foto dan lukisan, tidak haram… karena Sayyiduna ‘Amru bin ’Ash RA ketika sampai di negeri Mesir, beliau tidak menghancurkan patung-patung peninggalan Fir’aun yang ada. Dan itu terjadi bukan karena patung-patung tersebut tersembunyi ataupun susah untuk dihancurkan. Dan tidak diterima alasan yang mengatakan bahwa mereka saat itu sedikit dan lemah, karena keadaan Ummat Islam saat itu sudah berjaya. Sesungguhnya mereka tidak menghancurkan patung-patung tersebut karena mereka mengetahui perbedaan antara Shanam, Watsan dan Timtsal…!”.
Ketika Syekh Mukhtar RA ditanya perbedaan antara Shanam, Watsan dan Timtsal, beliau berkata: apabila patung itu disembah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka patung itu baginya disebut Shanam. Kalau yang disembah itu adalah Dzat-nya, maka patung itu baginya adalah Watsan. Tapi kalau tidak ada seorangpun yang menyembahnya, atau pada asalnya patung itu dibuat bukan untuk disembah, maka patung tersebut dinamakan Timtsal. Bukankah dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa para jin itu membuat apa saja yang dikehendaki Sayyiduna Sulaiman AS dari gedung-gedung yang tinggi dan Tamatsil “patung-patung”…!
Syekh Mukhtar RA ketika diminta pendapat beliau apakah boleh menghancurkan Shanam dan Watsan, beliau berkata: “yang mengaku diri tuhan, wajib dihancurkan sekalipun tak ada seorangpun yang menyembahnya, seperti Fir’aun. Dan yang tidak pernah mengaku diri tuhan, tidak perlu dihancurkan sekalipun ribuan orang menyembahnya, seperti yang terjadi pada diri Sayyiduna Isa Al-Masih AS…”
Lalu Syekh Mukhtar RA melanjutkan: “Dosa apakah yang pernah dibuat oleh patung-patung itu…? Apakah mereka pernah menuhankan diri? Betapa banyak orang yang menyembah sapi, Apakah sapi-sapi itu kita musnahkan…! Sampai saat ini masih ada orang yang menyembah matahari, hancurkan saja matahari itu…! Wajibnya menghancurkan Shanam dan Watsan itu tidak mesti dimaknai secara sempit… dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah memberi kabar gembira, pada ahir zaman nanti akan muncul Sayyiduna Isa Al-Masih untuk menghancurkan Shalib-shalib yang ada… dan sebagaimana yang kita ketahui, saat ini saja, jumlah shalib itu sudah mencapai jutaan, apalagi nanti pada ahir zaman. Masa’ sich Sayyiduna Isa AS menghancurkan Shalib-shalib itu satu persatu…? kapan habisnya...!
Syekh Mukhtar RA berkata, pada mulanya Ka'bah itu dikelilingi patung-patung, namun itu tidak membuat Rasulullah SAW meninggalkan Ka'bah dan berhenti beribadah dan kenyataannya Rasulullah SAW saat itu tidak menghancurkannya, karena beliau tau, yang mesti dihancurkan itu bukan patungnya, tapi I'tiqad yang salah pada diri sang penyembah itu. Kalau tauhidnya mantap, maka patung-patung itu hancur dengan sendirinya...
Sesungguhnya kapan saja anda menjauhi maksiat serta menahan diri dari godaan iblis, maka saat itulah sang terlaknat itu mati dan hancur dengan sendirinya… begitu juga halnya patung, apabila anda berhasil memperbaiki I’tiqad sang penyembah patung itu, maka patung itu hancur dan mati dengan sendirinya…
أقول قول شيخي هذا وأستغفر الله لي وللجميع
Wassalam…!
Baca juga di blog sederhana kami tentang: